inilah puisi yang yang akan selalu mengingatkanku kepada ayah. dan kepada mereka yang sama sepertiku
Ayah
Katanya
Kau
berlari membopong dunia kerumah
Mengayuh
tubuh menjulang dan menggali
Mengikuti
waktu menunggu umur menua
Badan
berdesakan dalam kerumunan musim
Tunduk
dalam keseharian penuh pilu kekosongan
Barangkali
Awan
menjatuhkan air mata hanya pada pekarangan
Ditampung
demi rupiah per cawan
Senyummu
lebih banyak dari sejumlah rupiah
Tertawa
menaikkan hasil seretan dahaga
Ada
sepuluh pupil dan dua buah tangan menengadah
Menunggu
tenang buah ranum dibawa kerumah
Pemilik
fajar belajar menaklukkan derita membanting tulang
Menjulang
dan menggali tubuh
Menunggu
perasan embun pertanda rezeki
Sedangkan
wajah terbata bata beranjak
Dihadapan
mulut kecil mulai dewasa
Padahal
dia pemimpin kerajaan rumah
Dibangun
diatas sebidang semak belukar
Siapa
yang tahu. Itu akan disita pemerintah
Dia
pencari nafkah, bukan penakluk negara
Meniti
hidup kan segera beranjak mencari cari
Tangan
tangan kecil sudah akan memberi
Ada
noda hitam disekujur pelipisnya
Dampak
air mata tersimpan selama puluhan tahun
Sehingga
air awan menjadi duka di pagi hari
Bayangan
dendangan yang telah menjauh di umur manula
Panggilan
ayah
Digantikan
pidato bijaksana hasil didikannya
Mengapa
harus mau menjadi seorang ayah
Menarik
embun untuk selimuti terik malam
Menggigil
memikirkan musim diesok hari
Melanjutkan
dengkuran diruangan yang menyisakan mereka berdua.
Komentar
Posting Komentar