Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

semua wujud ibu selalu sama. menerima dan memberangkatkan. dialah perempuan biasa yang akan merindukan suara yang pernah aku bisikkan. aku merindukanmu ibu.

  Ibu, sang purnama Kuteguk kenikmatan air di dahagaku Di sembuhnya segala derita duka Dengan suara yang membahana Ibu... . kamu masih disini, dipelukanku Pandanglah diriku bintang pengikat cahayamu Pengikat aroma tubuh wali sang maha esa Penguras aromamu sampai dalam dan lebih dalam Purnama.. menjadiknku sempurna Dirimu... lihat dirimu!! Kemana perginya cahaya purnamaku Yang dulu membawaku ke cakrawala Menyelimuti tubuhku di awan awan Oh.. ibu.. bulanku.... Silusuh pemberi arti hidup Kenikmatan hidup yang selalu menetes Setitik demi setitik di dalam hatiku ini Aku penuh akan hidup Wanita si penjaga malam Yang siap tegak dikala muncul ancaman Disiangku engkau terdiam, mengintip dari kejauhan Kucium tanganmu yang dingin diterpa kehidupan Kupeluk senyummu yang merona di wajahmu yang tidak lagi mengencang Biarkan aku terduduk lama Walau hanya untuk menatapmu bersama malam Aku yang rindu dengan segala ucapan Di dusun ...

surat untuk diriku lima tahun mendatang

SURAT UNTUK DIRIKU LIMA TAHUN MENDATANG Untuk anggunku yang kini berusia 23 tahun             Hay anggun. Mungkin hari ini, kamu sedang berada di Jerman. Membaca surat ini disela sela waktu yang engkau miliki sebagai seorang petualang. Pemimpi yang entah bagaimana akan berakhir. Entah apa alasanmu menginginkan Jerman dan itu sedari kecil sejak engkau menunjuk kota indah kepada Ibumu di lembar koran. Mungkin kamu sudah menginjak kota itu sekarang. Tempat yang sejak itu engkau cari, Frankfurt di Berlin. Engkau berjanji didalam doamu, menggenggam sebelah tangan kedua orangtuamu dan menuntun mereka kesana. Sayang ya, Tuhan malahan membawa ayahmu ketempat yang lebih indah dari Frankfurtmu. Entah itu pilihan ayahmu atau pilihan Tuhan, yang pasti mereka berdua bersama sekarang. Sehingga kamu hanya menggenggam satu tangan. Kamu bahkan sudah berubah. Berubah menjadi wa...
inilah puisi yang yang akan selalu mengingatkanku kepada ayah. dan kepada mereka yang sama sepertiku Ayah Katanya Kau berlari membopong dunia kerumah Mengayuh tubuh menjulang dan me nggali Mengikuti waktu menunggu umur menua Badan berdesakan dalam kerumunan musim Tunduk dalam keseharian penuh pilu kekosongan Barangkali Awan menjatuhkan air mata hanya pada pekarangan Ditampung demi rupiah per cawan Senyummu lebih banyak dari sejumlah rupiah Tertawa menaikkan hasil seretan dahaga Ada sepuluh pupil dan dua buah tangan menengadah Menunggu tenang buah ranum dibawa kerumah Pemilik fajar belajar menaklukkan derita membanting tulang Menjulang dan menggali tubuh Menunggu perasan embun pertanda rezeki Sedangkan wajah terbata bata beranjak Dihadapan mulut kecil mulai dewasa Padahal dia pemimpin kerajaan rumah Dibangun diatas sebidang semak belukar Siapa yang tahu. Itu akan disita pemerintah Dia pencari nafkah, bukan penakluk negara Meniti...